-sebuah opini memaknai perayaan gerejawi-
Perjamuan Kudus di hari Natal Tidak seperti biasanya Perjamuan Kudus yang dilaksanakan pada Kebaktian Tutup Tahun, kali ini diselenggarakan pada Hari Natal. ‘Tidak seperti biasanya’ sebenarnya adalah ungkapan yang kurang tepat, karena hal ini akan dilaksanakan untuk seterusnya, sejak saat ini.
Dalam Perjamuan Malam itu Yesus memberikan arti baru bagi Perjamuan Paska setelah itu dan mengingatkan para murid-Nya agar terus menyelenggarakan perjamuan ini untuk mengingat dan mengenang pengorbanan-Nya di kayu salib dan juga kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Hal itu dimaksudkan agar para murid senantiasa ingat, sadar, dan memahami bahwa melalui hal itu mereka dan segenap umat manusia yang mau percaya kepada-Nya memperoleh anugerah penebusan dan pembebasan dari belenggu maut. Dengan demikian diharapkan para murid terpanggil untuk berani memberitakan kabar baik ini dengan percaya diri, kesetiaan serta kewibawaan yang penuh. agar makin banyak orang menjadi percaya dan diselamatkan.
Kapankah waktu yang tepat untuk melaksanakan Perjamuan itu? (khususnya yang berkaitan dengan rangkaian peristiwa Paska) Di dalam gereja-gereja Kristen, terutama ritus Latin, biasanya diselenggarakan kebaktian pada hari Jumat Agung. Kebaktiannya diliputi dengan perasaan duka karena memperingati sengsara penderitaan dan kematian Yesus di kayu salib. Biasanya kebaktian dilanjutkan dengan sakramen Perjamuan Kudus untuk memperingati Perjamuan Malam Terakhir Yesus. Pertanyaannya: bila Perjamuan Kudus yang dilakukan pada Jumat Agung ditujukan untuk memperingati Perjamuan Malam Terakhir Yesus, bagaimana mungkin hal itu dilakukan tanpa Yesus? (yang baru saja diperingati kematian-Nya). Namun jika Perjamuan Kudus itu merupakan pelaksanaan perintah Yesus untuk mengingat Dia, maka tepatkah waktunya dilakukan pada Jumat Agung? (sekali lagi pada saat Yesus diperingati kematian-Nya, yang berarti Dia tidak bersama-sama dengan kita waktu itu).
Kutipan dari Lukas 22:14-16 ini kiranya memberikan gambaran yang lebih memperjelas pencarian kita. Ketika tiba saatnya, Yesus duduk makan bersama-sama dengan rasul-rasul-Nya. Kata-Nya kepada mereka: “Aku sangat rindu makan Paska ini bersama-sama dengan kamu, sebelum Aku menderita. Sebab Aku berkata kepadamu: Aku tidak akan memakannya lagi sampai ia beroleh kegenapannya dalam Kerajaan Allah.” Yesus menegaskan bahwa peringatan perjamuan itu (bersama Dia) sebaiknya dilakukan setelah pemaknaan baru Paska dalam perjamuan malam yang diselenggarakan-Nya itu beroleh penggenapannya, yakni setelah Ia dikorbankan sebagai Domba Paska dan bangkit kembali pada hari yang ketiga. Tegasnya: setelah kebangkitan-Nya!
Jadi peringatan Perjamuan Malam Terakhir apabila dimaksudkan untuk memperingati Paska Yahudi, maka pelaksanaan yang paling tepat harusnya pada peringatan Kamis Putih, karena demikianlah yang terjadi pada waktu itu. Namun apabila dilaksanakan untuk memperingati Yesus yang telah memberi pemaknaan baru pada Paska, maka seharusnya diselenggarakan setelah misi-Nya beroleh penggenapan, secepat-cepatnya adalah pada hari kebangkitan-Nya, hari Minggu Paska.
Gereja mula-mula memperingati peristiwa kebangkitan Yesus dengan perjamuan sederhana dan berdoa. Kemudian dalam perjalanan misinya, Paulus terus mengingatkan jemaat gereja mula-mula akan pentingnya peristiwa kebangkitan Yesus dan perkataan Yesus pada waktu Perjamuan Malam Terakhir. Melaksanakan perjamuan untuk memperingati kebersamaan dengan- Nya, setelah segenap karya-Nya beroleh penggenapannya, yakni setelah kebangkitan-Nya.
Hari ini GKI Pondok Indah sudah memilih untuk melaksanakan Perjamuan Kudus pada Hari Paska daripada Jumat Agung. Demikian juga pada hari Natal daripada Tahun Baru.
Sujarwo