5 W + 1 H, formula untuk bercerita, presentasi, atau membuat laporan. Namun kalau sudah bercerita, terkadang kita lupa.
Atau ketika menulis sebuah cerita, kita terkadang tidak memikirkan formula 5 W + 1H, tapi jari terus mengetik dan tidak disadari sudah jadi satu halaman. Seperti karya seni lainnya, tulisan terkadang tidak punya kesempatan untuk menggambarkan seluruh kejadian secara detail. Pencipta lagu dapat menyalurkan emosinya dengan penggalan syair dan nada. Film dapat menyentuh hati penonton dengan ekspresi artis dan seting suasana. Seniman mencoba menyampaikan informasi yang memberi dampak kepada pemirsanya. Penulis pun demikian, berusaha menyampaikan pesan kepada pembaca. Namun dalam tulisan, pembaca harus menyediakan waktu untuk membacanya. Tiap kata dan kalimat disusun secara efektif agar ia tidak bosan. Agaknya lebih mudah untuk berbicara langsung atau menyajikan presentasi dengan gambar. Namun seorang penulis harus bertahan menyusun kata- katanya. Karena ia tahu bahwa lebih terkendali tangan yang bekerja daripada mulut yang berbicara. Tulisan menjadi harta yang kekal, buah pikiran yang dituangkan secara sadar.
Tulisan si Badu sudah masuk tahun yang kelima. Setiap dua bulan, ia berkomitmen mengirimkan tulisan dua halaman. Padahal kaum muda sekarang sudah jarang membaca. Banyak media lain yang lebih entertaining, sekaligus mendidik, mudah dicapai, dan cepat. Kenapa masih membuat karya tulis? Kenapa tidak berkembang membuat konten lain yang lebih pasti menjangkau anak muda? Seorang penulis tidak berharap tulisannya dapat menjangkau banyak orang. Namun ia akan sangat bahagia ketika tulisannya dibaca, karena butuh meluangkan waktu untuk membaca, terlebih memahami tulisan. Jadi, ketika seseorang memutuskan untuk membaca sebuah tulisan, bukan tulisan itu yang menjangkau orang itu, melainkan tulisan itulah yang dijangkaunya. Pembaca menjangkau pikiran penulis. Lalu dalam prosesnya, ia mengembangkan arti tulisan itu sendiri dalam pemikirannya, sehingga terbentuk konsep yang indah. Buah pemikiran otentik milik pembaca, hasil kerja sama dengan penulis.
Orang Samaria yang Baik Hati Sekian tentang tulisan. Sekarang mari kita coba mengerti kiprah tokoh Alkitab yang bernama Oded (2 Taw. 28:8-15). Jadi, semua bermula ketika Raja Ahas—yang adalah Raja Yehuda—berkuasa, sekaligus sangat bandel dan keras kepala. Sebagai gambaran, Ahas menyembah berhala, kemudian kalah diserang oleh bangsa lain sebagai hukuman dari Tuhan. Bukannya bertobat, ia malah mengambil peralatan dari Bait Allah, lalu dipersembahkan kepada berhala lagi. Kita tahu, saat itu Israel terpecah menjadi dua kerajaan, Utara yaitu Samaria, dan Selatan yaitu Yehuda. Terkadang raja yang bandel ada di Utara, terkadang di Selatan. Utara dan Selatan tidak akur karena ada yang merasa superior, dan ada yang merasa tertindas/inferior. Kali ini raja yang bandel adalah Raja Ahas di Israel Selatan. Dia dihukum oleh Tuhan. Kerajaan Yehuda diserang dari dua penjuru: dari Syria, dan yang satu lagi dari Israel Utara. Yehuda kalah, dan kerajaan Israel Utara
membawa tawanan sebanyak 200 ribu perempuan serta anak-anak untuk dijadikan budak.
Di tengah perjalanan tawanan itu ke Samaria, hadirlah Oded. Oded adalah seorang nabi. Ia memerintahkan para tentara yang mengawal tawanan itu untuk mengembalikan seluruh tawanan ke Yehuda. Lalu hadir pula beberapa pangeran kerajaan Utara yang memerintahkan hal yang sama. Oded dan pangeran-pangeran tersebut mengerti bahwa tidak baik membawa tawanan dari kerajaan Selatan, karena akan membuat Allah lebih marah kepada Samaria. Akhirnya, para tawanan diberikan pakaian, kasut, makanan dan minuman, lalu diurapi minyak dan diantarkan kembali ke pinggiran Yehuda. Setelah tawanan pulang, tentara Israel kembali ke Samaria. Oded menyelamatkan 200 ribu perempuan dan anak-anak. Mereka yang tadinya akan dijadikan budak di Samaria, malah dirawat dan dikembalikan ke Yehuda (2 Taw. 28:15). Inilah contoh orang Samaria yang baik hati di Perjanjian Lama. Tawanan Yehuda ini tidak layak diselamatkan, tapi justru diangkat dan diberikan kehidupan yang baik.
Ternyata orang Samaria yang baik hati bukan hanya sekadar perumpamaan. Secara nyata orang Samaria telah menyelamatkan, bukan satu, melainkan dua ratus ribu tawanan. Hal ini memberikan harapan bahwa kita benar- benar bisa menolong orang yang membutuhkan, terlepas dari segala perbedaan yang menghalangi. Saat ini sangat sulit menolong orang yang berbeda dengan kita. Badu adalah anggota geng motor. Geng motor ini mempunyai lawan geng motor lain. Bayangkan di saat tawuran, Badu menolong anggota geng motor lain. Bukankah dia secara instan akan segera ditendang keluar dari geng motornya? Kita perlu akui, segala perbuatan baik kita adalah untuk orang yang kita kenal, orang terdekat, atau orang yang kita tidak tahu. Kita tidak berbuat baik atau menolong lawan, saingan, atau orang yang pernah menindas hidup kita. Namun ini bukan tidak mungkin. Oded dan pemimpin Samaria telah membuktikannya. Di saat ada kesempatan, kita bisa menolong lawan atau musuh kita. Saat itu Oded dan pemimpin Samaria menolong karena mereka tahu bahwa Allah akan lebih marah jika memperbudak dua ratus ribu orang. Saat ini, kita menolong karena Allah telah lebih dulu menolong kita. Kita—yang tadinya lawan karena dosa— sudah ditolong dan diselamatkan.
Inspirasi dari Samaria
Kembali soal menulis. Saat SD kita mulai belajar mengarang. Kita menulis fakta-fakta yang terjadi selama liburan sekolah, dituangkan dalam selembar kertas. Ketika SMP, kita belajar menulis diari. Catatan harian berisi perasaan yang dialami sehabis pulang sekolah. Kalau sedang benci, kita tulis kemarahan kita. Kalau sedang kasmaran, kita tulis kegembiraan kita. Saat sudah dewasa, tulisan kita adalah campuran dari fakta dan emosi. Fakta yang terjadi di sekitar kita bergabung dengan pemikiran dan perasaan kita. Karya tulis adalah salah satu media untuk menyatakan pendapat dan opini dengan cara yang elegan, karena sekali lagi, pembaca harus menjangkau dengan membacanya. Penyanyi rock berteriak untuk memperlihatkan opini dan perasaan hatinya. Videografer untuk pre- wedding menampilkan gambar dan citra yang menunjukkan kebahagiaan pasangan yang akan menikah. Penulis hanya memberi lembaran kertas dengan kumpulan huruf hitam-putih yang berbaris. Tidak terdengar teriakan. Tidak terlihat gambaran indah. Semua hanya ada di otak pembaca. Nada dan warna suara, gambar pemandangan, semua hanya terjadi di pikiran pembaca. Tidak terdengar atau terlihat orang lain.
Tulisan Badu juga diusahakan tidak menunjukkan perasaan atau emosi. Terlepas bahwa inpirasi terkadang datang dari kekesalan atau keceriaan penulis, atas kejadian seputar pelayanan gereja. Namun tulisan rohani yang baik seharusnya tidak menyinggung orang lain atau menunjukkan keberpihakan pada suatu ekstrem tertentu, karena kita tidak mau menyulut keributan yang tidak perlu, walau semua penulis sadar bahwa subjektivitas dalam diri tidak bisa dihindari. Kita semua
bagaikan orang Samaria yang melihat orang Yehuda. Ada kalanya mungkin kita kurang bersyukur. Kita merasa di pihak yang benar, dan di luar kita adalah pihak yang salah. Kita merasa di bagian yang kurang beruntung, dan di luar adalah orang-orang yang memanfaatkan kelemahan. Namun semua dipinggirkan karena kita harus mementingkan Allah. Seperti Oded, kita tidak ingin membuat Allah kecewa. Kita menjadi orang Samaria yang baik hati. Melihat orang lain bukan sebagai penjahat, melainkan sebagai orang yang butuh pertolongan. Tulisan yang baik adalah tulisan yang menolong. •
Samuel Sebastian