Makin kita membaca berita di media cetak/medsos dan memerhatikan media elektronik, makin kita merasakan bahwa etika sopan santun telah pudar. Peristiwa tentang anak yang berani memerkarakan—bahkan membunuh—orangtuanya telah berulang kali terjadi. Mahasiswa yang berani menuntut/mengancam Presiden agar memenuhi tuntutannya. Begitu pun yang sering kita alami di masyarakat: naik kendaraan umum, jangan harap para lansia diberi tempat duduk oleh orang muda. Bahkan saat belanja, pelayan toko makin jarang berterima kasih setelah menerima pembayaran. Saat berjalan kaki dan berpapasan di mal atau di jalan raya, para usia lanjut harus minggir jika ingin selamat tidak ditubruk oleh yang muda. Belum lagi ugal-ugalan yang terjadi di jalan raya, termasuk jalan tol yang saling sikat, tanpa memedulikan keselamatan dan Undang-undang RI no. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Darat. Yang sangat menyedihkan, hal-hal seperti di atas terjadi juga di kalangan orang beriman, misalnya berebut antrean saat ingin berjabat tangan dengan Pendeta seusai kebaktian, atau tidak memberi salam saat datang dan pulang mengikuti pemahaman Alkitab di rumah warga jemaat. Etika sopan santun seharusnya menjadi budaya yang diajarkan di keluarga sejak anak-anak masih kecil. Saat salaman, harus dilakukan dengan sopan, dengan genggaman tangan yang hangat sambil tersenyum memerhatikan orang yang disalami. Menghormati orang yang sedang bersembahyang dengan tidak membuat kegaduhan dan mengecilkan volume HP dan/ atau TV. Hal ini berlaku juga di dalam rumah ibadah dan kendaraan umum: jangan berbicara/bertelepon dengan suara keras, dan matikan volume dering HP.
Tatakrama terdiri atas dua kata: tata berarti adat, norma dan peraturan, sedangkan krama berarti sopan santun, kelakuan dan tindakan/ perbuatan. Sedangkan sopan santun secara umum mengandung pengertian sikap atau perilaku yang tertib, ramah, sesuai adat istiadat/ norma yang berlaku dalam pergaulan antar manusia yang memiliki sikap saling hormat-menghormati, bertutur kata baik, bersikap rendah hati serta berbelas kasih menolong orang lain. Sopan santun merupakan bagian dari terminologi etika. Etika sendiri tidak mempersoalkan apa atau siapa manusia itu, tetapi hanya mempersoalkan bagaimana seharusnya berbuat dan bertindak. Sopan berarti hormat takzim menurut adat yang baik. Santun mengandung arti baik, halus budi bahasa/tingkah laku serta suka menolong dan berbelas kasih. Dalam pengertian luas, sopan santun juga mencakup rasa malu, yaitu sikap menahan diri dari perbuatan jelek, kotor, tercela dan hina. Rasa malu bermanfaat untuk mencegah perbuatan tercela dan selalu melaksanakan perintah-perintah Allah.
Sopan santun dapat diukur dari sikap yang ramah terhadap orang lain, berperilaku baik, hormat, tersenyum, dan selalu taat pada peraturan. Pembentukan perilaku ini dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri sendiri, misalnya pengetahuan yang dimiliki, sikap, kecerdasan, persepsi, emosi dan motivasi. Sedangkan faktor luar yang memengaruhi, termasuk lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya. Terdapat banyak aspek perilaku sopan santun, misalnya untuk bergaul dengan orangtua, tidak berkata kasar/ membentak, tunduk/ patuh/tidak menyakiti, menghargai pendapat dan selalu setia mendoakan orangtua. Untuk bergaul dengan orang yang lebih muda, harus diusahakan bersikap menyayangi, memberi contoh/teladan yang baik, tidak berlaku otoriter serta tetap menghargai pendapatnya. Untuk bergaul dengan teman sebaya, saling memberi dan menerima nasihat, berbagi rasa, saling menolong dan memaafkan. Jika bergaul dengan lawan jenis, harus saling
menghormati dan saling menghargai, serta patuh pada norma-norma agama/adat masyarakat dengan tetap menghindari pergaulan bebas tanpa batas. Untuk murid-murid yang saat ini “mampu” memukul guru, haruslah diingatkan untuk tunduk/ patuh, berbicara dengan sopan/ halus, menyapa guru dengan hormat, dan juga jangan lupa mendoakannya. Dalam kehidupan keluarga, perilaku sopan santun harus tertanam sejak kecil. Terhadap orangtua harus taat, tidak melawan, tidak berbicara keras dan/atau membentak, tidak memotong pembicaraan orangtua.
Berilah salam kepada orangtua saat akan pergi atau datang kembali di rumah. Badan agak membungkuk ketika lewat di depan orangtua sambil mengucap ‘permisi”. Hal ini berlaku sama terhadap guru dan orang yang dituakan. Sopan santun merupakan unsur penting dalam kehidupan bersosialisasi. Perilaku sopan santun penting untuk dimiliki setiap orang dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menciptakan kedamaian dan ketenteraman masyarakat.
Dengan menunjukkan sikap santun, seseorang dapat dihargai dan disenangi keberadaannya sebagai makhluk sosial.
Orang Timur telah dikenal sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi etika sopan santun. Orang Timur juga dikenal ramah, murah senyum, dan bersikap baik kepada semua orang. Hanya ada segelintir manusia yang menyalahgunakan keramahtamahan ini, dengan menjadikan “peluang” sebagai tempat untuk melakukan keinginan mereka. Dalam pengalaman hidup, ada yang bertemu untuk justru berkata: “Saya senang berkenalan dengan Ibu/Bapak, karena saat saya butuh, ada tempat untuk meminjam uang.”
Pudarnya etika sopan santun dalam masyarakat, seiring dengan makin dinginnya kasih dalam diri manusia, dan ini memicu kesombongan dan ego diri yang berlebihan. Tuhan sendiri telah mengingatkan dalam sabda-Nya: “Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan berpesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati.” Hilangkan ego dan sesuaikan semua kata dan perbuatan kita dengan kebenaran Allah.•
Jakarta 03-10-2021
Harry Tanugraha