Orang-orang yang telah percaya kepada Yesus membentuk persekutuan yang disebut Gereja, yang dipanggil untuk bersekutu, bersaksi dan melayani. Ada banyak aspek dalam kehidupan gereja, yang dapat dibahas satu per satu. Pada bahan ini pembahasan dibatasi pada aspek sejarah dan tritugas gereja. Sedangkan tentang sakramen, penggembalaan dan perlawatan dibahas pada bahan tersendiri. Dengan memahami pengertian dasar gereja, diharapkan calon penatua dapat menghayati tugas panggilannya sebagai pengikut Kristus, dan secara khusus dipersiapkan untuk menjadi pemimpin yang melayani dalam jemaat.
Tujuan
- Calon penatua memahami makna gereja
- Calon penatua bersedia terlibat dalam kehidupan bergereja dengan menjadi penatua, yang adalah pemimpin yang melayani jemaat
Pokok Bahasan
- Arti kata ”gereja”
Gereja adalah persekutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus, yang dipanggil untuk bersaksi dan melayani. Kata “gereja” berasal dari bahasa Portugis “igreja.” Dalam bahasa Yunani (bahasa asli Perjanjian Baru) jemaat disebut “ekklesia” yang terdiri dari kata “eks” yang artinya ke luar, dan “kaleo” yang artinya memanggil. Ekklesia berarti yang dipanggil ke luar: ke luar dari dosa, sehingga menjadi orang “kudus” atau orang yang “dikhususkan/ disendirikan,” namun kemudian dipanggil ke luar kembali ke dalam dunia untuk bersaksi dan melayani.
Gereja sebagai persekutuan terdiri dari banyak orang yang membentuk satu kesatuan kehidupan bersama, yang perlu diatur agar semuanya berjalan dengan baik dan teratur. Maka gereja juga merupakan sebuah organisasi. Organisasi berasal dari kata “organ” yang berarti tubuh atau “organisme” yang berarti makhluk hidup. Jadi organisasi bukanlah susunan yang kaku dan malah membelenggu atau mempersulit diri, melainkan sesuatu yang dinamis dan hidup, bergerak, bertumbuh dan berkembang secara teratur dan seimbang.
Dalam Pengakuan Iman Rasuli disebutkan ”gereja yang kudus dan am, persekutuan orang kudus.” Kudus artinya disendirikan, am atau katolik artinya umum. Gereja mencakup semua orang yang percaya kepada Yesus dari segala abad dan di segala tempat, termasuk orang-orang yang sudah mendahului.
- Sejarah singkat gereja
Gereja muncul setelah Yesus naik ke surga dan murid-murid-Nya memberitakan Injil ke berbagai kota dan negara. Mula-mula murid-murid itu tinggal di Yerusalem, di mana mereka hidup bersama secara rukun; namun kemudian mereka ke luar dari kota itu karena penganiayaan (Kisah Para Rasul 8:1). Kemudian muncul Paulus sebagai rasul untuk orang-orang bukan Yahudi. Maka injil tersebar ke kota-kota dan negara-negara lain. Istilah ”Kristen” pertama kali dipakai di Antiokhia (Kisah Para Rasul 11:26), karena Antiokhia menjadi pusat pemberitaan Injil. Kristen berarti pengikut Kristus. Corak teologi gereja perdana pun bermacam-macam. Galatia 2:11-14 dengan jelas menggambarkan perbedaan teologi Paulus dengan Petrus (Kefas) dan Barnabas, serta kalangan Yakobus. Paulus yang memberitakan Injil kepada orang-orang bukan Yahudi dengan tegas mengajarkan bahwa orang-orang bukan Yahudi tidak perlu disunat untuk menjadi Kristen. Sebaliknya, kalangan Yakobus (yang dimaksud adalah Yakobus saudara/ adik Yesus) menekankan pentingnya sunat. Rupanya Petrus dan Barnabas terombang-ambing. Mula-mula di Antiokhia mereka mau duduk makan bersama orang-orang tidak bersunat. Namun ketika datang orang-orang kalangan Yakobus dari Yerusalem, mereka menjadi takut lalu tidak mau lagi duduk makan bersama orang-orang tak bersunat itu. Maka Paulus menyebut mereka munafik. Demikianlah gereja perdana tumbuh dalam berbagai kesulitan dan penganiayaan, namun juga dalam buah-buah pemberitaan Injil.
Orang-orang Kristen menjadi sasaran penganiayaan di bawah kekuasaan Romawi, sampai pada abad III ketika kaisar Roma memeluk agama Kristen. Bahkan kemudian kekristenan menjadi agama negara. Maka kekristenan berkembang di barat (Eropa). Namun pada waktu bersamaan kekristenan juga tumbuh di banyak negara di timur, seperti gereja Koptik di Mesir; Orthodox Yunani; Orthodox Rusia; Orthodox Syria dll. Perpecahan (schisma) gereja yang pertama terjadi pada tahun 1054 antara gereja barat dan gereja timur. Gereja barat berpusat di Roma, di bawah pimpinan Paus.
Gereja barat inilah yang pecah pada abad XVI, menjadi gereja Katolik Roma dan protestan. Martin Luther tidak bermaksud memecah gereja atau memisahkan diri dari gereja; ia bermaksud memperbaiki gereja melalui 95 dadil yang ditempelkannya di gerbang gereja Wittenberg (Jerman) pada tanggal 31 Oktober 1517. Namun perpecahan tak terhindarkan. Setelah Luther, muncul pemimpin lain yaitu John Calvin di Jenewa. Selanjutnya muncul pula Zwingli. Di antara gereja protestan ini kemudian muncul perpecahan yaitu kaum Anabaptis, yang tidak mengenal baptis anak sehingga mesti membaptis ulang orang-orang yang telah dibaptis pada masa kanak-kanak. Perpecahan ini mengakibatkan banyak orang Kristen dibunuh oleh sesama orang Kristen yang beda alirannya.
Selanjutnya gereja-gereja terus berkembang dengan warna teologis masing-masing. Kekristenan juga tersebar bersamaan dengan penjajahan. Ketika Belanda menjajah Indonesia, badan-badan pekabaran Injil ikut serta memberitakan Injil ke Indonesia. GKI merupakan salah satu buah pemberitaan Injil para pekabar Injil dari gereja-gereja di Belanda: Hervormed di GKI Jabar dan Jatim, Gereformeerd di GKI Jateng. Maka corak teologi GKI adalah Calvinis, sekalipun Calvinis sendiri juga beragam. Yang menarik adalah sekalipun gereja-gereja Hervormed dan Gereformeerd di Belanda saat itu tidak akur, di Indonesia GKI Jabar, Jatim, dan Jateng mengikrarkan persatuan pada tahun 1962, sekalipun persatuannya terbatas pada liturgi dan buku nyanyian.
- Gerakan ekumene
Kata ”ekumene” atau ”oikoumene” berasal dari bahasa Yunani “oikos” yang berarti rumah, dan “menein” yang berarti hidup di dalam. Jadi oikoumene berarti hidup bersama dalam satu rumah atau rumahtangga. Secara global, gerakan ekumene telah berkembang lebih dari 100 tahun. Tonggak awal yang sering ditunjuk adalah konperensi misionary sedunia di Edinburgh tahun 1910. Sejalan dengan berkembangnya zaman, gerakan ekumene juga berubah dari waktu ke waktu. Gerakan ekumene mesti menjawab tantangan zaman agar tetap menjadi relevan.
Pada awal mulanya, gerakan ekumene mencoba untuk menyatukan gereja-gereja yang bermacam-macam dan terpecah-pecah itu. Lembaga-lembaga ekumenis dibentuk, antara lain WCC (World Council of Churches, Dewan Gereja-gereja Sedunia). WCC lahir pada tahun 1948 melalui sidang raya pertama di Amsterdam, Belanda, yang dihadiri 147 gereja. Kini anggota WCC sebanyak 349 gereja, termasuk GKI yang sudah dari awal menjadi anggota (walaupun saat itu belum terjadi penyatuan GKI). Di awal berdirinya WCC, mayoritas anggotanya merupakan gereja protestan di barat; namun kemudian pada tahun 1960-an bergabunglah gereja-gereja Orthodox timur. Konsili Vatican kedua juga meningkatkan hubungan baik WCC dengan gereja Katolik Roma.
Di Asia muncul Christian Conference of Asia (CCA), yang lahir pada bulan Maret 1957 di Parapat, Sumatera Utara. Jadi CCA dibentuk sesudah WCC lahir pada tahun 1948. Pembentukan CCA antara lain sebagai respon terhadap kurangnya kerjasama di antara badan-badan misi yang menanamkan denominasi, teologi, budaya, dan persaingan di Asia. Di samping itu muncul kesadaran di kalangan gereja-gereja Asia tentang keadaan khas mereka sebagai negara-negara yang dijajah pada masa lalu, dan yang sekarang sedang berjuang sebagai negara-negara merdeka. CCA juga merupakan perjuangan untuk mengakarkan kembali kekristenan ke Asia. CCA mempertimbangkan dengan serius konteks Asia yang majemuk dalam hal etnik, budaya, agama, spiritualitas dsb. Anggota CCA adalah 17 persekutuan gereja-gereja secara nasional (seperti PGI) dan 100 gereja-gereja nasional, yang berada di 21 negara termasuk Australia and New Zealand. GKI juga menjadi anggota WCC sekalipun belum terjadi penyatuan.
Sedangkan di Indonesia lahirlah DGI (Dewan Gereja-gereja di Indonesia) pada tahun 1950, beranggotakan 29 sinode, yang kemudian berubah nama menjadi PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) pada tahun 1984. Tahun 2012 ini anggota PGI berjumlah 70 sinode. GKI Jawa Tengah, GKI Jawa Barat, dan GKI Jawa Timur masing-masing menjadi anggota DGI/PGI. Ketika penyatuan GKI terjadi pada tahun 1988, keanggotaan di PGI tidak lagi tiga melainkan menjadi satu GKI. Ini terjadi pada Sidang Raya XII PGI di Jayapura tahun 1994.
Khusus untuk gereja-gereja Calvinis/ Reformed, pada tahun 1946 dibentuk RES (Reformed Ecumenical Synod), yang memiliki 39 anggota dari 25 negara. Dari Indonesia yang menjadi anggota REC adalah GKJ, GKI Jawa Tengah, GKS, GT, GTM, GKSBS. RES kemudian berubah nama menjadi REC (Reformed Ecumenical Council) pada tahun 1988. Pada tahun 2000 sidang raya REC diselenggarakan di Yogyakarta, dengan panitia lokal GKJ dan GKI Jateng.
Selain RES/ REC, ada pula badan ekumenis gereja-gereja Reformed lainnya, yaitu WARC (World Alliance of Reformed Churches) yang didirikan tahun 1970, dan memiliki 75 juta anggota di 218 gereja-gereja di 107 negara. GKI menjadi anggota WARC sekalipun belum terjadi penyatuan.
Pada tanggal 16-26 Juni 2010 REC dan WARC bergabung menjadi WCRC (World Communion of Reformed Churches). Penggabungan ini terjadi pada sidang raya bersama WARC dan REC yang disebut Uniting General Council (UGC) di Grand Rapids, Michigan, U.S.A. (lokasi kantor REC). Kini kantor WCRC berada di Geneva, menempati kantor WARC yang bersebelahan dengan kantor WCC.
Dalam badan-badan ekumenis tersebut muncul diskusi tentang apa artinya ekumene; apakah arti penyatuan gereja: secara organisasi atau hakekat; bagaimana wujud penyatuan gereja dsb. Kemudian disadari bahwa penyatuan secara organisasi merupakan hal yang mustahil terjadi. Cukup dengan sikap saling mengakui, gereja-gereja dapat menyusun dokumen penyatuan. Seperti PGI memiliki lima dokumen keesaan gereja, yaitu Pokok-pokok Tugas Panggilan Bersama (PTPB); Pemahaman Bersama Iman Kristen (PBIK); Piagam Saling Mengakui dan Saling Menerima (PSMSM) di antara gereja-gereja anggota PGI; Menuju Kemandirian Teologi, Daya dan Dana (MKTDD); Tata Dadar Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (TD-PGI).
Dari pada bersibuk diri untuk menyatukan gereja-gereja, lebih baik gereja-gereja bekerja sama untuk dunia. Dari sini kemudian muncul pertanyaan siapakah yang ada di dalam ”rumah” (oikos) itu. Tentu saja tidak hanya orang Kristen, melainkan orang-orang dari berbagai agama. Maka pengertian ekumene yang lebih luas adalah kehidupan bersama manusia apapun latar belakangnya.
Kemudian muncul pertanyaan, apakah hanya manusia yang mendiami alam semesta ini? Tentu saja tidak. Maka ekumene dalam arti yang paling luas mencakup tidak hanya manusia melainkan semua makhluk atau seluruh ciptaan Tuhan yang hidup bersama dalam satu rumah yaitu dunia ini.
Dengan demikian gerakan ekumene tidak lagi terbatas hanya pada upaya penyatuan gereja-gereja yang begitu sulit terwujud, melainkan dalam arti yang lebih luas dan paling luas mencakup semua orang dan seluruh alam semesta. Pada masa sekarang ini ada banyak tantangan yang dihadapi oleh gerakan ekumene global, baik yang berkenaan dengan sikap maupun konteks kehidupan. Beberapa tantangan yang berkenaan dengan sikap adalah perubahan:
- Dari kompetisi menjadi kooperasi (kerja sama) di antara gereja-gereja
- Dari isolasi menjadi kolaborasi dengan masyarakat sipil (civil society) dan gerakan-gerakan masyarakat untuk keadilan dan perdamaian
- Dari mengutuk menjadi dialog dan kerjasama dengan agama-agama lain
- Dari disintegrasi menjadi integrasi seluruh ciptaan
Jadi gerakan ekumene berkaitan dengan gereja, masyarakat, agama lain, dan seluruh ciptaan. Hal ini terkait dengan konteks yang menjadi tantangan bagi gerakan ekumene global. Tantangan-tantangan konteks adalah: pluralitas kekristenan; pluralitas agama; ekologi dan bencana; kemiskinan; hak-hak azasi manusia; hak kaum difabel; budaya kekerasan dll. Dengan melihat tantangan-tantangan yang ada, gerakan ekumene tidak akan kehilangan tempat pijakan, karena ia dipanggil untuk bertindak dalam konteks tersebut.
- Identitas GKI
Nama GKI
Dulu GKI bernama THKTKH (Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee), dan sebagian besar anggotanya beretnis Tionghoa. Nama itu kemudian diubah menjadi GKI (Gereja Kristen Indonesia) karena sebagian besar anggotanya berbahasa Indonesia, berwarganegara Indonesia, dan terpanggil untuk melayani di Indonesia. Dalam perkembangannya komposisi keanggotaan makin majemuk dari berbagai etnis.
Sebagai gereja yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, GKI peduli terhadap Indonesia dan mencintai Indonesia, seperti Allah mencintai Indonesia. Apa yang terjadi di Indonesia dalam kehidupan sosial-ekonomi-politik-budaya bangsa menjadi keprihatinan GKI (bila situasi dan masalahnya buruk) dan menjadi sukacita GKI (bila kondisi dan situasi berkembang baik). GKI juga terbuka untuk bergaul, berjumpa, dan berdialog dengan seluruh lapisan masyarakat yang diwarnai kepelbagaian agama, budaya, etnis dan golongan.
Visi dan Misi Kerajaan Allah
GKI meyakini bahwa tujuan akhir atau visi gereja adalah pemenuhan Kerajaan Allah. Gereja diberi kepercayaan menjadi mitra kerja atau hamba Allah yang dilibatkan dalam menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah yaitu cinta kasih, keadilan, kesejahteraan, perdamaian dan kebenaran serta pemulihan seluruh ciptaan. Misi gereja pada hakikatnya adalah misi Kerajaan Allah, yang membarui segala sesuatu: jasmani dan rohani; individu dan sosial; saat ini dan nanti; di sini dan “di sana” di mana semua berada dalam syalom.
Utuh dan Menyeluruh
GKI menghayati iman, kehidupan, dan keselamatan secara utuh dan menyeluruh. Jadi penekanan yang berat sebelah, misalnya pada karunia Roh tertentu, dihindari. Sebab Roh Kudus berkarya melalui berbagai cara. Apalagi dalam Alkitab dijelaskan bahwa penekanan yang berat sebelah ternyata menimbulkan perpecahan dalam gereja. Penghayatan iman dan keselamatan yang menyeluruh ini membuat GKI menghayati panggilan pelayanan secara utuh dan menyeluruh: tidak hanya rohani, tapi juga jasmani; tidak hanya individu, tapi juga masyarakat; tidak hanya nanti di surga, tapi juga selama masih di dunia sekarang ini.
Vertikal dan Horizontal
GKI merespon kasih Allah yang menyelamatkan itu dengan mengasihi Tuhan dan sesama, apapun latar belakang agama, etnis, jenis kelamin, atau kelompok. Jadi GKI tidak mengajarkan orang untuk melarikan diri dari dunia yang penuh penderitaan dan tantangan ini, dengan terus berharap segera ke surga. Perjumpaan dengan Allah justru memberikan keberanian dan iman untuk menghadapi kenyataan. Maka liturgi GKI tidak terbatas pada ibadah di dalam gedung gereja, melainkan terkait dengan kehidupan sehari-hari dan relasi sosial.
- Tritugas gereja
Gereja memiliki tiga tugas utama yaitu persekutuan, kesaksian dan pelayanan. Persekutuan atau Koinonia merupakan kegiatan di antara anggota jemaat untuk saling memperhatikan, mendukung, menguatkan dan melayani. Agar anggota jemaat terus bertumbuh dalam iman dan kesetiaannya mengikut Yesus, maka dilakukan pembinaan. Koinonia tampak pada Kebaktian (Kebaktian Minggu; hari-hari raya gerejawi; kebaktian untuk peristiwa khusus gerejawi; kebaktian lainnya seperti tutup tahun, tahun baru, ulang tahun GKI, ulang tahun jemaat, hari kemerdekaan RI; kebaktian keluarga, kebaktian oleh badan pelayanan jemaat/ klasis/ sinode wilayah/ sinode); sakramen; katekisasi; pernikahan gerejawi; pelayanan ke dalam; penggembalaan (umum untuk semua anggota jemaat, dan khusus untuk yang bermasalah); perlawatan; gerakan keesaan gereja; dan berbagai kegiatan lain seperti: persekutuan doa, pemahaman Alkitab, pembinaan kategorial usia (anak, remaja, pemuda, dewasa dan lanjut usia), pembinaan kategorial profesi (kesehatan, politik, bisnis dsb.), maupun pembinaan iman pribadi.
Kesaksian (marturia) dan pelayanan (diakonia) tidak dapat dipisahkan, sehingga disebutkan bersama-sama. Kesaksian dan pelayanan dilakukan sebagai wujud peranserta menghadirkan damai sejatera Allah di dunia ini, melalui panggilan pertobatan dan usaha-usaha perwujudan keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan. Kesaksian dan pelayanan dilakukan oleh seluruh anggota jemaat, baik secara pribadi maupun bersama-sama, dalam masyarakat, bangsa dan negara, dengan bekerja sama denagn gereja-gerja lain, pemerintah, dan masyarakat. Kesaksian dan pelayanan dilakukan antara lain dengan pekabaran Injil, pendirian Pos Jemaat, bidang pendidikan, ekonomi, politik, hukum dan keadilan, kesehatan, seni dan budaya, dan ekologi. Karena tugas pelayanan merupakan tugas setiap anggota jemaat, GKI memutuskan untuk meniadakan jabatan diaken sebagai jabatan gerejawi yang merupakan bagian dari kemajelisan. Dengan demikian corak gereja Calvinis yang menekankan diaken sebagai salah satu jabatan gerejawi tidak berlaku lagi di GKI.
- Visi dan misi gereja
Sebagai gereja yang diutus oleh Tuhan ke dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk, GKI memiliki visi dan misi untuk periode tertentu, untuk menjadi pedoman gerak langkah seluruh anggota jemaat. Visi dipahami sebagai gambaran tentang gereja yang diharapkan dan diyakini akan terjadi pada masa depan sesuai dengan iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Misi dipahami sebagai panggilan Tuhan Yesus Kristus untuk menjadi gereja yang melaksanakan tugas panggilannya di dunia dalam kurun waktu tertentu.
Visi dan misi GKI kemudian dijabarkan ke dalam visi dan misi GKI Sinode Wilayah Jawa Tengah, visi dan misi Klasis, serta visi dan misi Jemaat. Dengan demikian visi dan misi itu menjadi operasional, dapat dilakukan secara nyata.
Cara Penyajian
Karena bahan tentang gereja cukup panjang, pembinaan dapat dilakukan dalam dua kali pertemuan: 1-3 dan 4-6 atau 1-4 dan 5-6.
- Pertemuan diawali dengan mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli, dengan penekanan pada ”gereja yang kudus dan am, persekutuan orang kudus”
- Penyampaian bahan dilakukan dengan memakai power point.
- Pertemuan ditutup dengan menyanyikan lagu ”Gereja bagai Bahtera” atau ”Aku Gereja, Kau pun Gereja”
Bahan-bahan yang dapat memperlengkapi
- Buku Katekisasi ”Tumbuh dalam Kristus” buku guru dan buku murid pasal 21, 22, 23, 27, 28, 36-37, 38-39.
- Tata Gereja GKI tahun 2009, p. 56-63; 73-80; 145-147; 339-343.